Mengintip Prosesi Kampanye Jepang dan Bedanya dengan Indonesia
Besok tiba waktunya kita memilih. Sambil menanti waktunya tiba, yuk kita intip prosesi kampanye di Jepang?
Hari ini adalah hari tenang Masa Pemilihan Umum 2014. Sudah kenyang sepertinya kita semua menerima segala bentuk kampanya dari pada calon presiden yang bertubi-tubi dan tiada henti. Besok akhirnya kita akan memilih calon presiden yang akan memerintah Indonesia selama 5 tahun ke depan. Apakah kamu sudah menetapkan pilihan?
Berbeda dengan prosesi kampanye di Indonesia, prosesi kampanye di Jepang berjalan dengan sangat tenang.
Sama sekali jarang terlihat, orang yang berbondong-bondong mengikuti dan meneriakan nama calon presiden jagoan mereka. Kalau hal seperti ini terjadi di Indonesia, mungkin akan muncul golongan yang mengatakan “Orang jaman sekarang tidak peduli dengan nasib negara.”
Padahal orang Jepang bersikap anteng dan adem ayem bukan karena mereka tidak peduli dengan nasib negara. Melainkan karena mereka masing-masing punya kesadaran politik yang tinggi dan merasa tidak perlu berkoar-koar mengenai siapa yang akan mereka pilih.
BACA JUGA: Akhirnya! Warga Negara Indonesia Bebas Visa ke Jepang!
Prosesi Kampanye Jepang Tidak Royal
Bila di Indonesia, kita terbiasa dengan banyaknya spanduk-spanduk, umbul-umbul dan segala macam ukuran poster di setiap sudut-sudut jalan, di Jepang, papan kampanye dipasang hanya di beberapa tempat yang telah ditentukan.
Periode pemasangannya pun sudah ditentukan. Ketentuan jumlah spanduk yang boleh dipasang pun ada. Sehingga, tidak ada istilah pemilu mengotori jalanan, pohon ataupun dinding di wilayah Jepang. Berbeda sekali dengan Indonesia bukan?
Selain itu, calon yang berkampanye biasanya hanya ditemani oleh satu maupun dua orang relawan saja. Bahkan ada yang sendiri, lho ladies. Luar biasa ya semangatnya. Di Indonesia? Kalau kampanye sendiri mungkin akan dianggap aneh dan mencurigakan dan dibilang tidak punya pendukung.
Kemudian, percaya tidak percaya, kampanye di Jepang hanya bermodalkan pengeras suara dan selebaran yang berisi kelebihan, dan visi misi yang akan dijalankan si calon itu. Selebaran ini biasanya dipegang sendiri, tidak disebarkan dan tidak membuat daerah kampanye berantakan. Selebaran hanya dibagikan ke orang-orang yang terlihat tertarik.
Sehingga tidak seperti di Indonesia yang terkesan memaksakan dan menyodorkan atribut kampanye seperti pin, selebaran ataupun kaos.
Cara berkampanyenya sendiri pun unik. Para calon biasanya akan mendatangi tempat yang ramai dikunjungi orang, dan di Jepang, tempat semacam itu adalah tempat-tempat seperti stasiun kereta dan pusat kota.
Di situ, mereka akan berteriak dengan menggunakan pengeras suara, mengenai program, visi dan misi yang akan mereka jalani bila terpilih nanti. Dan tidak jarang, seharian berteriak, seharian itu pula mereka diacuhkan oleh hampir semua orang yang lewat. Itu bukan masalah bagi mereka.
Kesadaran Masyarakat Yang Diam-Diam Menghanyutkan
Satu lagi hal yang berbeda dari prosesi kampanye di Jepang dan Indonesia adalah masyarakatnya. Masyarakat di Jepang, dan negara-negara maju lainnya, sudah bisa mengerti fungsi kampanye. Yaitu, bukan saja sebagai cara agar para kandidat bisa dikenal, tapi juga agar para pemilih bisa mengenal.
Maksudnya adalah kalau di Indonesia kan, yang lumrah adalah para kandidat secara satu arah mengeluarkan apresiasi dan visi misinya. Sementara masyarakatnya sendiri masih sering ikut-ikutan, atau memilih karena tidak tahu kandidat lainnya.
Padahal kampanye adalah saat yang tepat di mana pemilih bisa mengenal kandidat lengkap dengan visi misinya. Dan memilih kandidat tersebut, berdasarkan visi dan misinya.
Kalau ke Jepang di musim pemilu kita akan mendapati banyak warga Jepang yang cuek bebek melihat beberapa kandidat berorasi di depan stasiun dan tempat ramai lainnya. Kalau belum terbiasa kita akan mengira mereka tidak peduli dengan politik.
Padahal bukan itu yang sebenarnya. Orang Jepang sebenarnya memperhatikan politik, tapi tidak ketika mereka harus buru-buru ke kantor, karena waktu sangat penting bagi mereka. Tindakan ini didukung lagi dengan keadaan di mana biasanya para orang Jepang ini sudah tahu mereka akan memilih siapa.
Faktor memilihnya itu patut kita jadikan contoh lho. Mereka biasanya memilih dengan melihat visi dan misi dari para kandidat itu, kemudian persentase kemungkinan berhasilnya program yang dijalankan oleh kandidat tersebut didasari oleh pengalaman yang dimiliki oleh yang bersangkutan.
Cerdas bukan? Ayo kita juga, jangan mau kalah dengan masyarakat di Jepang. Bangkitkan kesadaran kamu untuk mengikuti pesta demokrasi terbesar yang terjadi 4 tahun sekali ini, kawaii ladies!
Budayakan mencari tahu kebenaran berita dan jangan mudah mempercayai berita yang tidak jelas sumbernya. Sekali lagi, jangan lupa nyoblos ya besok! Karena Kawaii Beauty Japan punya hadiah menarik lho buat pemilih yang beruntung besok! Jangan kelewatan ya!